Kec. Ende
Kab. Ende - Nusa Tenggara Timur
Hari ini | : | 58 |
Kemarin | : | 121 |
Total | : | 6.238 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 3.144.254.237 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Identitas
Desa
Aparatur
Desa
Ruang
Lapor
Nama Desa | : | Wologai |
Kode Desa | : | 5308032004 |
Kecamatan | : | Ende |
Kode Kecamatan | : | 530803 |
Kabupaten | : | Ende |
Kode Kabupaten | : | 5308 |
Provinsi | : | Nusa Tenggara Timur |
Kode Provinsi | : | 53 |
Kode Pos | : | 86319 |
ANTONIUS WARA
MAKSIMUS JE
MARGARETA ERNI BUNGA
FRANSISKUS RAJA KETA
HERMANUS SA
MAXIMUS OSKARIUS LAKA
Ambrosius radja waga
SALOMON PARERA
SIMON SIRENE FEKO
Layanan Pengaduan
Jalan Trans Nangaba- Maukaro , Desa Wologai, Kecamatan Ende- NTT, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende - Provinsi Nusa Tenggara Timur
Administrator | 11 Februari 2025 | 66 Kali dibuka
Administrator
11 Februari 2025
66 Kali dibuka
Desa Wologai merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ende, berbatasan langsung dengan Kecamatan Maukaro dan Kecamatan Ende. Desa ini didirikan pada tahun 1969, dengan kepala desa pertama yang menjabat pada saat itu bernama Robertus Rowa. Pada tahun 1972, di bawah pemerintahan Orde Baru, Desa Wologai resmi ditetapkan sebagai pemerintahan desa yang definitif. Sejak saat itu, Desa Wologai telah dipimpin oleh sebelas kepala desa.
Menurut cerita turun-temurun, nenek moyang masyarakat Wologai adalah seorang tokoh bernama Siga Ria. Ia dipercaya berasal dari Hindia Belaka (Malaka, Sumatra) dan tiba di Pantai Wewaria sebelum akhirnya mengembara hingga ke Keli Lepembusu. Dalam perjalanannya, Siga Ria menghadapi berbagai tantangan alam dan perlawanan dari pihak lain demi memperoleh wilayah kekuasaan.
Ketika tiba di sebuah bukit yang dinamakan Mbotu Manu Kako, Siga Ria melakukan sumpah dengan melepaskan anak panah sebagai penanda tempat tinggalnya. Anak panah tersebut jatuh di sebuah perbukitan yang kemudian dinamakan Wologai, yang bermakna "gagang anak panah yang jatuh di bukit alang-alang". Hingga kini, keberadaan Batu Anak Panah masih dilindungi sebagai bukti sejarah peristiwa tersebut.
Perkampungan kecil yang terbentuk kemudian berkembang menjadi Nua Wologai. Siga Ria menikah dengan seorang perempuan bernama Rembu Rewa dan keturunannya menjadi cikal bakal masyarakat Wologai saat ini. Mereka terbagi dalam lima ambu (kelompok kekerabatan), yaitu Woro, Gusa, Soa, Jobi, dan Monggi, yang bersama-sama membentuk Suku Siga. Secara adat, masyarakat Wologai dipimpin oleh tujuh pemangku adat yang disebut Mosalaki Tanah Siga Ria Watu Rembu Rewa.
Pada masa awal, masyarakat Wologai memenuhi kebutuhan hidup dengan berburu babi hutan, rusa, serta mencari kepiting, udang, dan belut di sungai-sungai. Mereka juga bercocok tanam dengan sistem ladang berpindah, menanam padi gunung seperti Are Kea, Mange', Jomba, dan Taiwawi.
Pada masa kolonial, masyarakat Wologai mulai berinteraksi dengan para misionaris Katolik asal Portugal dari Paroki Kumendaru. Para misionaris tersebut menyebarkan ajaran Katolik dengan menunjuk guru agama yang tinggal di tengah masyarakat adat. Karena masyarakat Wologai memiliki budaya berpindah-pindah, pembaptisan sering dilakukan langsung di kebun-kebun mereka.
Saat penjajahan Belanda, banyak masyarakat Wologai yang dipaksa bekerja membangun jalan dan infrastruktur lainnya. Pada tahun 1932, Belanda memasang tapal batas hutan lindung di luar area garapan masyarakat Wologai. Lima orang sakti Wologai—Kea Keku, Rowa Sili, Dhae Kea, Tawa Raja, dan Bhato Pedi (dari Uzu Dero Eko Waru)—melakukan perlawanan dengan menolak membayar upeti. Akibatnya, mereka dibuang ke Nusa Kambangan dan Semarang. Dari kelima orang tersebut, hanya tiga yang kembali setelah menjalani hukuman penjara selama enam tahun, sementara dua lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup.
Pada masa pendudukan Jepang, interaksi dengan bangsa asing menyebabkan beberapa leluhur Wologai mampu menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa asing.
Seiring berjalannya waktu, pengaruh Kerajaan Lio menyebabkan sistem pemerintahan adat di Nua Wologai berubah. Awalnya, kepemimpinan dipegang oleh seorang Mosalaki yang disebut Kofle atau Kepala Kampung, dengan Kea Keku sebagai pemegang jabatan tersebut. Namun, setelah diberlakukannya Undang-Undang Desa pada tahun 1970-an, sistem kepemimpinan berubah menjadi kepala desa. Kepala desa pertama yang menjabat dalam sistem pemerintahan baru ini adalah Robertus Rowa.
Meskipun terjadi perubahan sistem pemerintahan, kelembagaan adat Mosalaki Siga Ria Watu Rembu Rewa tetap bertahan dan masih eksis hingga saat ini.
Pada tahun 1984, pemerintah melalui Inpres Penghijauan menetapkan batas hutan lindung yang beririsan dengan lahan garapan masyarakat Wologai. Hal ini hampir menyebabkan mereka terusir dari pemukiman asal. Namun, dengan berjalannya waktu, pola bercocok tanam masyarakat mulai berubah dari sistem ladang berpindah menjadi sistem berkebun. Mereka mulai mengembangkan komoditas asli seperti kemiri hutan, kenari, enau, kayu manis, pinang, dan kuli lawa, serta tanaman dari luar seperti cengkeh, kopi, vanili, kakao, pala, dan durian.
Pada tahun 1992, gempa bumi mengguncang wilayah Wologai. Meskipun tidak ada korban jiwa, beberapa rumah mengalami kerusakan dan beberapa warga mengalami luka-luka.
Saat ini, masyarakat Wologai masih memegang teguh adat istiadat mereka. Mereka juga sedang memperjuangkan pengakuan resmi dari negara atas keberadaan mereka serta hak-hak ulayatnya.
Populasi
ANTONIUS WARA
MAKSIMUS JE
MARGARETA ERNI BUNGA
FRANSISKUS RAJA KETA
HERMANUS SA
MAXIMUS OSKARIUS LAKA
Ambrosius radja waga
SALOMON PARERA
SIMON SIRENE FEKO
Kecamatan Ende, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur
Hubungi Perangkat Desa untuk mendapatkan PIN
Masuk
173 Kali dibuka
Pemerintah Fokuskan Penggunaan Dana Desa untuk Adaptasi Iklim,...
115 Kali dibuka
Pemerintah Desa (Pemdes) Wologai, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende,...
81 Kali dibuka
Musyawarah Luar Biasa Desa Wologai Ende: Fokus pada Ketahanan...
79 Kali dibuka
Pemerintah Desa Wajib Publikasikan Penggunaan Dana Desa...
66 Kali dibuka
Tentang Desa Wologai...
28 Maret 2025
Pemdes Wologai Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala...
13 Maret 2025
Diskusi Tematik Program Kampung Iklim di Desa Wologai: Kolaborasi...
25 Februari 2025
32 Desa di Kecamatan Ende Hadiri Rakor Sosialisasi Panduan Penggunaan...
18 Februari 2025
Musyawarah Luar Biasa Desa Wologai Ende: Fokus pada Ketahanan...
12 Februari 2025
Pemerintah Desa Wajib Publikasikan Penggunaan Dana Desa...
Hari ini | : | 58 |
Kemarin | : | 121 |
Total | : | 6.238 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 3.144.254.237 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Hari | Mulai | Selesai |
---|---|---|
Senin | 08:00:00 | 16:00:00 |
Selasa | 08:00:00 | 16:00:00 |
Rabu | 08:00:00 | 16:00:00 |
Kamis | 08:00:00 | 16:00:00 |
Jumat | 08:00:00 | 16:00:00 |
Sabtu | Libur | |
Minggu | Libur |
Tim SID
10 April 2025 02:52:14
Tingkatkan terus dalam penerapan sistem informasi desa biar menjadi Contoh untuk yang lain,,, semoga...